di atas merupakan foto mahasiswa universitas jenderal soedirman jurusan kesehatan masyarakat tahun
2015. Foto ini adalah foto satu angkatan kami. Kami sedang hendak melakukan
latihan senam di lapangan Karangwangkal.
Jumat, 28 Agustus 2015
Artikel Promosi Kesehatan
Beberapa definisi promosi kesehatan telah dikemukakan, salah satunya
definisi Ottawa Charter, bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses
yang memungkinkan individu untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
Termasuk didalamnya adalah sehat secara fisik, mental dan sosial
sehingga individu atau masyarakat dapat merealisasikan cita-citanya,
mencukupi kebutuhan-kebutuhannya, serta mengubah atau mengatasi
lingkungannya. Kesehatan adalah sumberdaya kehidupan bukan hanya objek
untuk hidup. Kesehatan adalah suatu konsep yang positif yang tidak dapat
dilepaskan dari social dan kekuatan personal. Jadi promosi kesehatan
tidak hanya bertanggungjawab pada sektor kesehatan saja, melainkan juga
gaya hidup untuk lebih sehat. (Keleher,et.al, 2007).
Disisi lain Nutbeam dalam Keleher, et.al (2007) menerangkan bahwa promosi kesehatan adalah proses sosial dan politis yang menyeluruh, yang tidak hanya menekankan pada kekuatan ketrampilan dan kemampuan individu , tetapi juga perubahan sosial, lingkungan dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Jadi promosi kesehatan adalah proses untuk memungkinkan individu mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan mengembangkan kesehatan individu dan masyarakat..
WHO (1998) menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah strategii inti untuk pengembangan kesehatan, yang merupakan suatu proses yang berkembang dan berkesinambungan pada status sosial dan kesehatan individu dan masyarakat.
Dari beberapa definisi diatas, promosi kesehatan mempunyai beberapa level pengertian, sehingga konsep promosi kesehatan adalah semua upaya yang menekankan pada perubahan sosial, pengembangan lingkungan, pengembangan kemampuan individu dan kesempatan dalam masyarakat, dan merubah perilaku individu, organisasi dan sosial untuk meningkatkan status kesehatan individu dan masyarakat. (Keleher,et.al, 2007).
Berlandaskan konsep dasar tersebut, maka area promosi kesehatan pun tidaklah sempit, menurut Keleher,et.al, (2007) terdapat 10 (sepuluh) area tindakan promosi kesehatan, yaitu :
1. membangun kebijakan kesehatan publik
2. menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
3. memberdayakan masyarakat
4. mengembangkan kemampuan personal
5. berorientasi pada layanan kesehatan
6. promote social responbility of health
7. meningkatkan investasi kesehatan dan ketidakadilan social
8. meningkatkan konsolidasi dan memperluas kerjasama untuk kesehatan
9. memberdayakan masayarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat.
10. infrastuktur yang kuat untuk promosi kesehatan
Pada realitasnya, area-area promosi kesehatan itu harus dilakukan dengan menekankan pada prioritas supaya pelaksanaannya lebih terarah, efektif dan tepat sehingga tujuan tercapai. Pada tahun 2011 sampai dengan 2016 area prioritas promosi kesehatan, adalah
1. social determinant of health, yang termasuk determinan sosial untuk kesehatan ini adalah kebijakan-kebijakan kesehatan, health equity, kesenjangan social termasuk juga persoalan-persoalan ekonomi.
2. noncommunicable disease control and prevention. Di Indonesia, data penyakit tidak menular sebagai berikut, proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (0,83%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (0,43%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%. Faktor risiko penyakit tidak menular meliputi pola makan tidak sehat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok. Artinya bahwa perubahan pola penyakit di atas sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, transisi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya. Penyakit tidak menular menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan.
3. health promotion system, berkaitan dengan infrasturktur atau hal-hal yang yang mendukung promosi kesehatan, seperti kempetensi, alat dan pengalaman, penelitian dan pengembangan tentunya dengan melibatkan budaya, systemn dan teknologi-teknologi terbaru.
4. promosi kesehatan yang berkelanjutan, melingkupi pendekatan-pendekatan kemitraan, pendekatan lingkungan, pencegahan bencana dan manajement pasca bencana.
Di saat melakukan promosi kesehatan dalam area-area tersebut maka dibutuhkan suatu strategi atau pendekatan-pendekatan tertentu supaya hasil yang didapatkan efektif dan tepat. Keleher, et.al (2007) menyampaikan 5 (lima ) strategi (pendekatan) sebagai berikut :
1. primary care / pencegahan penyakit
2. pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku
3. partisipasi pendidikan kesehatan
4. community action
5. socio-ecological health promotion.
Masing-masing dari pendekatan tersebut mempergunakan metode-metode / teknik yang berbeda-beda, misalnya kita akan melakukan suatu promosi kesehatan yang berkelanjutan (area no 4) maka strategi yang dapat digunakan salah satunya adalah dengan pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku. Bilamana mempergunakan strategi ini maka media informasi kesehatan, kelompok-kelompok diskusi, pengembangan ketrampilan personal akan lebih tepat sebagai metodenya. Dan tentunya pemilihan pendekatan atau metode selalu didahului dengan community analysis, karena menurut Dignan & Carr (1992) bahwa dalam setiap upaya promosi kesehatan melalui langkah-langkah berikut ini : Community analysis, targeted assessment, program plan development, implementation, evaluation.
Sebagai bentuk kesinambungan promosi kesehatan maka langkah-langkah peromosi kesehatan tidak bisa dilepaskan dari monitoring dan evaluasi. Suatu monitoring adalah Berikut ini tipe-tipe evaluasi (Fertman & Allensworth, 2010)
1) Formative evaluation, menekankan pada informasi dan materi-materi selama program perencanaan dan pengembangan.
2) Process evaluation, berkenaan dengan evaluasi pada informasi sistematis yang didapat selama implementasinya.
3) Impact evaluation, menekankan pada efek atau isi mengenai tujuan yang akan dicapai,
4) Outcome evaluation, menekankan apakah program ini dapat emmberikan hasil sampai sejauh mana perubahan perilaku yang didapatkan.
Promosi Kesehatan di Indonesia telah mempunyai visi, misi dan strategi yang jelas, sebagaimana tertuang dalam SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi dan strategi tersebut sejalan dan bersama program kesehatan lainnya mengisi pembangunan kesehatan dalam kerangka Paradigma Sehat menuju visi Indonesia Sehat. Bilamana ditengok kembali hal ini sejalan dengan visi global.
Visi Promosi Kesehatan adalah: “PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut adalah benar-benar visioner, menunjukkan arah, harapan yang berbau impian, tetapi bukannya tidak mungkin untuk dicapai. Visi tersebut juga menunjukkan dinamika atau gerak maju dari suasana lama (yang ingin diperbaiki) ke suasana baru (yang ingin dicapai). Visi tersebut juga menunjukkan bahwa bidang garapan Promosi kesehatan adalah aspek budaya (kultur), yang menjanjikan perubahan dari dalam diri manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya dan karenanya bersifat lebih lestari.
Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah: (1) Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat; (2) Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya phbs di masyarakat; (3) Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh Promosi Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya dan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut jelas bahwa berbagai kegiatan harus dilakukan serempak.
Selanjutnya, perlu disadari bahwa upaya promosi kesehatan merupakan tanggungjawab kita bersama, bahkan bukan sektor kesehatan semata, melainkan juga lintas sektor, masyarakat dan dunia usaha. Promosi kesehatan perlu didukung oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Kesamaan pengertian, efektifitas kerjasama dan sinergi antara aparat kesehatan pusat, provinsi, kabupaten/kota dan semua pihak dari semua komponen bangsa adalah sangat penting dalam rangka mencapai visi, tujuan dan sasaran promosi kesehatan secara nasional. Semuanya itu adalah dalam rangka menuju Indonesia Sehat, yaitu Indonesia yang penduduknya hidup dalam perilaku dan budaya sehat, dalam lingkungan yang bersih dan kondusif dan mempunyai akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga dapat hidup sejahtera dan produktif.
sumber : http://www.permataindonesia.ac.id/2012/konsep-dasar-promosi-kesehatan.html
Disisi lain Nutbeam dalam Keleher, et.al (2007) menerangkan bahwa promosi kesehatan adalah proses sosial dan politis yang menyeluruh, yang tidak hanya menekankan pada kekuatan ketrampilan dan kemampuan individu , tetapi juga perubahan sosial, lingkungan dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Jadi promosi kesehatan adalah proses untuk memungkinkan individu mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan mengembangkan kesehatan individu dan masyarakat..
WHO (1998) menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah strategii inti untuk pengembangan kesehatan, yang merupakan suatu proses yang berkembang dan berkesinambungan pada status sosial dan kesehatan individu dan masyarakat.
Dari beberapa definisi diatas, promosi kesehatan mempunyai beberapa level pengertian, sehingga konsep promosi kesehatan adalah semua upaya yang menekankan pada perubahan sosial, pengembangan lingkungan, pengembangan kemampuan individu dan kesempatan dalam masyarakat, dan merubah perilaku individu, organisasi dan sosial untuk meningkatkan status kesehatan individu dan masyarakat. (Keleher,et.al, 2007).
Berlandaskan konsep dasar tersebut, maka area promosi kesehatan pun tidaklah sempit, menurut Keleher,et.al, (2007) terdapat 10 (sepuluh) area tindakan promosi kesehatan, yaitu :
1. membangun kebijakan kesehatan publik
2. menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
3. memberdayakan masyarakat
4. mengembangkan kemampuan personal
5. berorientasi pada layanan kesehatan
6. promote social responbility of health
7. meningkatkan investasi kesehatan dan ketidakadilan social
8. meningkatkan konsolidasi dan memperluas kerjasama untuk kesehatan
9. memberdayakan masayarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat.
10. infrastuktur yang kuat untuk promosi kesehatan
Pada realitasnya, area-area promosi kesehatan itu harus dilakukan dengan menekankan pada prioritas supaya pelaksanaannya lebih terarah, efektif dan tepat sehingga tujuan tercapai. Pada tahun 2011 sampai dengan 2016 area prioritas promosi kesehatan, adalah
1. social determinant of health, yang termasuk determinan sosial untuk kesehatan ini adalah kebijakan-kebijakan kesehatan, health equity, kesenjangan social termasuk juga persoalan-persoalan ekonomi.
2. noncommunicable disease control and prevention. Di Indonesia, data penyakit tidak menular sebagai berikut, proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (0,83%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (0,43%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%. Faktor risiko penyakit tidak menular meliputi pola makan tidak sehat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok. Artinya bahwa perubahan pola penyakit di atas sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, transisi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya. Penyakit tidak menular menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan.
3. health promotion system, berkaitan dengan infrasturktur atau hal-hal yang yang mendukung promosi kesehatan, seperti kempetensi, alat dan pengalaman, penelitian dan pengembangan tentunya dengan melibatkan budaya, systemn dan teknologi-teknologi terbaru.
4. promosi kesehatan yang berkelanjutan, melingkupi pendekatan-pendekatan kemitraan, pendekatan lingkungan, pencegahan bencana dan manajement pasca bencana.
Di saat melakukan promosi kesehatan dalam area-area tersebut maka dibutuhkan suatu strategi atau pendekatan-pendekatan tertentu supaya hasil yang didapatkan efektif dan tepat. Keleher, et.al (2007) menyampaikan 5 (lima ) strategi (pendekatan) sebagai berikut :
1. primary care / pencegahan penyakit
2. pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku
3. partisipasi pendidikan kesehatan
4. community action
5. socio-ecological health promotion.
Masing-masing dari pendekatan tersebut mempergunakan metode-metode / teknik yang berbeda-beda, misalnya kita akan melakukan suatu promosi kesehatan yang berkelanjutan (area no 4) maka strategi yang dapat digunakan salah satunya adalah dengan pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku. Bilamana mempergunakan strategi ini maka media informasi kesehatan, kelompok-kelompok diskusi, pengembangan ketrampilan personal akan lebih tepat sebagai metodenya. Dan tentunya pemilihan pendekatan atau metode selalu didahului dengan community analysis, karena menurut Dignan & Carr (1992) bahwa dalam setiap upaya promosi kesehatan melalui langkah-langkah berikut ini : Community analysis, targeted assessment, program plan development, implementation, evaluation.
Sebagai bentuk kesinambungan promosi kesehatan maka langkah-langkah peromosi kesehatan tidak bisa dilepaskan dari monitoring dan evaluasi. Suatu monitoring adalah Berikut ini tipe-tipe evaluasi (Fertman & Allensworth, 2010)
1) Formative evaluation, menekankan pada informasi dan materi-materi selama program perencanaan dan pengembangan.
2) Process evaluation, berkenaan dengan evaluasi pada informasi sistematis yang didapat selama implementasinya.
3) Impact evaluation, menekankan pada efek atau isi mengenai tujuan yang akan dicapai,
4) Outcome evaluation, menekankan apakah program ini dapat emmberikan hasil sampai sejauh mana perubahan perilaku yang didapatkan.
Promosi Kesehatan di Indonesia telah mempunyai visi, misi dan strategi yang jelas, sebagaimana tertuang dalam SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi dan strategi tersebut sejalan dan bersama program kesehatan lainnya mengisi pembangunan kesehatan dalam kerangka Paradigma Sehat menuju visi Indonesia Sehat. Bilamana ditengok kembali hal ini sejalan dengan visi global.
Visi Promosi Kesehatan adalah: “PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut adalah benar-benar visioner, menunjukkan arah, harapan yang berbau impian, tetapi bukannya tidak mungkin untuk dicapai. Visi tersebut juga menunjukkan dinamika atau gerak maju dari suasana lama (yang ingin diperbaiki) ke suasana baru (yang ingin dicapai). Visi tersebut juga menunjukkan bahwa bidang garapan Promosi kesehatan adalah aspek budaya (kultur), yang menjanjikan perubahan dari dalam diri manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya dan karenanya bersifat lebih lestari.
Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah: (1) Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat; (2) Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya phbs di masyarakat; (3) Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh Promosi Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya dan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut jelas bahwa berbagai kegiatan harus dilakukan serempak.
Selanjutnya, perlu disadari bahwa upaya promosi kesehatan merupakan tanggungjawab kita bersama, bahkan bukan sektor kesehatan semata, melainkan juga lintas sektor, masyarakat dan dunia usaha. Promosi kesehatan perlu didukung oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Kesamaan pengertian, efektifitas kerjasama dan sinergi antara aparat kesehatan pusat, provinsi, kabupaten/kota dan semua pihak dari semua komponen bangsa adalah sangat penting dalam rangka mencapai visi, tujuan dan sasaran promosi kesehatan secara nasional. Semuanya itu adalah dalam rangka menuju Indonesia Sehat, yaitu Indonesia yang penduduknya hidup dalam perilaku dan budaya sehat, dalam lingkungan yang bersih dan kondusif dan mempunyai akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga dapat hidup sejahtera dan produktif.
sumber : http://www.permataindonesia.ac.id/2012/konsep-dasar-promosi-kesehatan.html
Kebijakan pemerintah tentang kesehatan masyarakat
KEBIJAKAN PEMERINTAH
DALAM MENANGANI LANSIA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami telah dapat menyelesaikan makalah “Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan
Kesehatan Lansia”.
Kami menyadari
bahwa masih terdapat kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Padang, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bab II : Pembahasan
A. Hukum Pelindungan
Lansia
B. Pembinaan Lansia
C. Kebijakan Depkes
dalam Pembinaan Lansia
D. Kegiatan-kegiatan
dalam Pembinaan Lansia
Bab III : Penutup
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena
itu kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk mewujudkan
hal tersebut pemerintah telah mencanangkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil, merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi
tingginya. Keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
nasional turut serta ambil bagian dalam mengantisipasi peningkatan jumlah
populasi lansia dengan menitikberatkan pada penanganan di bidang kesehatan dan
keperawatan.
Kecenderungan meningkatnya Lansia yang tinggal di perkotaan
bisa jadi disebabkan bahwa tidak banyak perbedaan antara rural dan urban.
Karena pemusatan penduduk di suatu wilayah dapat menyebabkan dan membentuk
wilayah urban. Suatu contoh bahwa untuk membedakan wilayah rural dan urban di
antara kota Jakarta dan Bekasi atau antara Surabaya dengan Sidoarjo serta
kota-kota lainnya kelihatannya semakin tidak jelas. Oleh karena itu benarlah
kata orang bahwa Pantura adalah kota terpanjang di dunia, tidak jelas
perbatasan antara satu kota dengan kota lainnya.
Alasan lain mengapa pada tahun 2020 ada kecenderungan jumlah
penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan menjadi lebih banyak karena para
remaja yang saat ini sudah banyak mengarah menuju kota, mereka itu nantinya
sudah tidak tertarik kembali ke desa lagi, karena saudara, keluarga dan bahkan
teman-teman tidak banyak lagi yang berada di desa. Sumber penghidupan dari
pertanian sudah kurang menarik lagi bagi mereka, hal ini juga karena pada
umumnya penduduk desa yang pergi mencari penghidupan di kota, pada umumnya
tidak mempunyai lahan pertanian untuk digarap sebagai sumber penghidupan
keluarganya.
Selain itu bahwa di masa depan sektor jasa mempunyai peran
yang penting sebagai sumber penghidupan. Oleh karena itu suatu negara yang
tidak mempunyai sumber daya alam yang cukup maka di era globalisasi akan
beralih kepada sektor jasa sebagai sumber penghasilannya, contoh negara
Singapura. Pada hal sektor jasa dapat berjalan dan hidup hanya di daerah
perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum
Perlindungan Lansia
Empat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
lanjut usia, yaitu :
1. Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam undang-undang ini,
antara lain adalah ”bahwa pelaksanaan pembangunan yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia
harapah hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah”.
Selanjutnya dalam ketentuan umum, memuat ketentuan-ketentuan
yang antara lain dimuat mengenai pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Asas peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan,
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan. Dengan arah agar lanjut usia
tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan
memperhatikan fungsi kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman,
usia, dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf
kesejahteraannya.
Selanjutnya tujuan dari semua itu adalah untuk memperpanjang
usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia
serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai penghormatan dan penghargaan
kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi
:
• pelayanan
keagamaan dan mental spiritual
• pelayanan
kesehatan
• pelayanan
kesempatan kerja
• pelayanan
pendidikan dan pelatihan
• kemudahan dalam
penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
• kemudahan dalam layanan
dan bantuan hukum
• perlindungan
sosial
• bantuan sosial
Dalam undang-undang juga diatur bahwa Lansia mempunyai
kewajiban, yaitu :
• membimbing dan
memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya, terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat
dan meningkatkan kesejahteraannya;
• mengamalkan dan
mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus;
• memberikan
keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.
Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan
suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia. Sedangkan pemerintah, masyarakat dan keluarga
bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia.
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Lanjut Usia.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia,
meliputi :
a. Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan sarana ibadah
dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia.
b. Pelayanan
kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas
pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik.
c. Pelayanan untuk
prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum,
keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas
rekreasi dan olahraga khusus.
d. Kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan administrasi
pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk seumur hidup,
memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah,
pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan, akomodasi,
pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi, penyediaan tempat
duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus,
mendahulukan para lanjut usia. Selain itu juga diatur dalam penyediaan
aksesibilitas lanjut usia pada bangunan umum, jalan umum, pertamanan dan tempat
rekreasi, angkutan umum. Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dalam melakukan
perjalanan diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
3. Keputusan
Presiden Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
a. Keanggotaan
Komisi Lanjut Usia terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat yang berjumlah
paling banyak 25 orang.
b. Unsur pemerintah
adalah pejabat yang mewakili dan bertanggungjawab di bidang kesejahteraan
rakyat, kesehatan, sosial, kependudukan dan keluarga berencana,
ketenagakerjaan, pendidikan nasional, agama, permukiman dan prasarana wilayah,
pemberdayaan perempuan, kebudayaan dan pariwisata, perhubungan, pemerintahan
dalam negeri. Unsur masyarakat adalah merupakan wakil dari organisasi
masyarakat yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial lanjut usia, perguruan
tinggi, dan dunia usaha.
c. Di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dapat dibentuk Komisi Provinsi/Kabupaten/Kota
Lanjut Usia.
d. Pembentukan
Komisi Daerah Lanjut Usia ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat provinsi, dan
oleh Bupati/Walikota pada tingkat kabupaten/kota.
4. Keputusan
Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia.
a. Pengangkatan
anggota Komnas Lansia oleh Presiden.
b. Pelaksanaan lebih
lanjut dilakukan oleh Menteri Sosial
B. Pembinaan Lansia
Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna
dasar dan menyeluruh dibidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Tempat pelayanan kesehatan
tersebut bisa dilaksanakan di Puskesmas- Puskesmas ataupun Rumah Sakit serta
Panti- panti dan institusi lainya. Tekhnologi tepat guna dalam upaya kesehatan
usia lanjut adalah tekhnologi yang mengacu pada masa usia lanjut setempat, yang
didukung oleh sumber daya yang tersedia di masyarakat, terjangkau oleh
masyarakat diterima oleh masyarakat sesuai dengan azas manfaat. Peran serta masyarakat
dalam upaya kesehatan usia lanjut adalah peran serta masyarakat baik sebagai
pemberi pelayanan kesehatan maupun penerima pelayanan yang berkaitan dengan
mobilisasi sumber daya dalam pemecahan masalah usia lanjut setempat dan dalam
bentuk pelaksanan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan usia lanjut
setempat.
Tujuan Dan Sasaran Pembinaan :
a. Tujuan Umum
Meningkatakan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.
b. Tujuan Khusus
• Meningkatkan
kesadaran pada usia lanjut untuk membina sendiri kesehatannya.
• Meningkatkan
kemampuan dan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam menghayati dan
mengatasi kesehatan usia lanjut.
• Meningkatkan jenis
dan jangkauan kesehatan usia lanjut.
• Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan usia lanjut.
c. Sasaran pembinaan
Secara Langsung
• Kelompok usia
menjelang usia lanjut ( 45 -54 tahun ) atau dalam virilitas dalam keluarga
maupun masyarakat luas.
• Kelompok usia
lanjut dalam masa prasenium ( 55 -64 tahun ) dalam keluarga, organisasi
masyarakat usia lanjut dan masyarajat umumnya.
• Kelompok usia
lanjut dalam masa senescens ( >65 tahun ) dan usia lanjut dengan resiko
tinggi ( lebih dari 70 tahun ) hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti,
penderita penyakit berat, cacat dan lain-lain.
d. Sasaran Pembinaan
Tidak Langsung
• Keluarga dimana
usia lanjut berada
• Organisasi sosial yang
bergerak didalam pembinaan kesehatan usia lanjut
• Masyarakat luas.
C. Kebijakan Depkes
dalam Pembinaan Lansia
Kebijakan Depkes dalam pembinaan lansia merupakan bagian dari
pembinaan keluarga. Pembinaan kesehatan keluarga ditujukan kepada upaya menumbuhkan
sikap dan perilaku yang akan menumbuhkan kemampuan keluarga itu sendiri untuk
mengatasi masalah kesehatan dengan dukungan dan bimbingan tenaga profesional,
menuju terwujudnya kehidupan keluarga yang sehat. Juga kesehatan keluarga
diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat kecil, bahagia dan sejahtera.
Kebijakan dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsi keluarga secara optimal, dilakukan dengan cara: peningkatan
kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan
masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga.
Dasar Hukum dan pengembangan program Pembinaan Kesehatan Usia
lanjut yaitu :
a. Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok kesehatan.
b. Keputusan
Presiden Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen kesehatan
c. Keputusan
Presiden Nomor 15 Tahun 1985 tentang Susunan Organisasi Departemen Kesehatan
d. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 558 Tahun 1984 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan.
e. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 99 a Tahun 1982 tentang berlakunya Sistem kesehatan Nasional
dan RP3JPK
f. Keputusan Menteri
Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Nomor 05 Tahun 1990 tentang Pembentukan Kelompok
Kerja T etap Kesejahteraan Usia Lanjut.
g. Surat keputusan
menteri Kesehatan Nomor 134 Tahun 1990 tentang Pembentukan Tim Kerja Geatric.
D. Kegiatan-kegiatan
dalam Pembinaan Lansia
Pelayanan usia lanjut ini meliputi kegiatan upaya-upaya
antara lain:
a. Upaya promotif,
yaitu menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap dihargai
dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya
promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan, dimana penyuluhan masyarakat usia
lanjut merupakan hal yang penting sebagai penunjang program pembinaan kesehatan
usia lanjut yang antara lain adalah :
• Kesehatan dan
pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini penurunan kondisi kesehatannya,
teratur dan berkesinambungan memeriksakan kesehatannya ke puskesmas atau
instansi pelayanan kesehatan lainnya.
• Latihan fisik yang
dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut agar
tetap merasa sehat dan segar.
• Diet seimbang atau
makanan dengan menu yang mengandung gizi seimbang.
• Pembinaan mental
dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
• Membina
ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran atau hobinya secara teratur dan
sesuai dengan kemampuannya.
• Meningkatkan
kegiatan sosial di masyarakat atau mengadakan kelompok sosial.
• Hidup
menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti merokok, alkhohol, kopi ,
kelelahan fisik dan mental.
• Penanggulangan
masalah kesehatannya sendiri secara benar
b. Upaya preventif
yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun
komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses ketuaan.
Upaya preventif dapat berupa kegiatan :
• Pemeriksaan
kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini
penyakit-penyakit usia lanjut
• Kesegaran jasmani
yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut
serta tetap merasa sehat dan bugar.
• Penyuluhan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu pendengaran agar
usia lanjut tetap dapat memberikan karya dan tetap merasa berguna
• Penyuluhan untuk
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada usia lanjut.
• Pembinaan mental
dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. Upaya kuratif yaitu
upaya pengobatan pada usia lanjut dan dapat berupa kegiatan:
• Pelayanan
kesehatan dasar
• Pelayanan
kesehatan spesifikasi melalui sistem rujukan
d. Upaya
rehabilitatif yaitu upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun.
Yang dapat berupa kegiatan :
• Memberikan
informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat bantu
misalnya alat pendengaran dan lain -lain agar usia lanjut dapat memberikan
karya dan tetap merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
• Mengembalikan
kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental penderita
• Pembinaan usia dan
hal pemenuhan kebutuhan pribadi , aktifitas di dalam maupun diluar rumah.
• Nasihat cara hidup
yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
• Perawatan fisioterapi.
Disamping upaya pelayanan diatas dilaksanakan yang tidak
kalah penting adalah penyuluhan kesehatan masyarakat yang merupakan bagian
integral daripada setiap program kesehatan. Adapaun tujuan khusus program
penyuluhan kesehatan masyarakat pada usia lanjut ditujukan kepada :
• Kelompok usia
lanjut itu sendiri
• Kelompok keluarga
yang memiliki usia lanjut
• Kelompok
masyarakat lingkungan usia lanjut
• Penyelenggaraan
kesehatan
• Lintas sektoral (
Pemerintah dan swasta )
Sedangkan penyuluhan kesehatan masyarakat pada usia lanjut
terdiri dari :
1. Komponen
Penyebarluasan Informasi kesehatan dengan melakukan kegiatan :
• Mengembangkan,
memproduksi dan menyebarluaskan bahan-bahan penyuluhan kesehatan masyarakat
usia lanjut.
• Meningkatkan
sikap, kemampuan dan motivasi petugas puskesmas dan rujukan serta masyarakat di
bidang kesehatan masyarakat usia lanjut.
• Melengkapi
puskesmas den rujukannya dengan sarana den bahan penyuluhan.
• Meningkatkan
kerjasama dengan berbagai pihak termasuk media masa agar pesan kesehatan
masyarakat usia lanjut menjadi bagian integral.
• Meningkatkan
penyuluhan kepada masyarakat umum den kelompok khusus seperti daerah terpencil,
transmigrasi dan lain-lain.
• Melaksanakan
pengkajian den pengembangan serta pelaksanaan tekhnologi tepat guna dibidang
penyebarluasan informasi.
• Melaksanakan
evaluasi secara berkala untuk mengukur dampak serta meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyuluhan.
• Menyebarluaskan
informasi secara khusus dalam keadaan darurat seperti wabah, bencana alam,
kecelakaan.
2. Komponen
pengembangan potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan dengan kegiatan
antara lain:
• Mengembangkan
sikap, kemampuan dan motivasi petugas Puskesmas dan pengurus LKMD dalam
mengembangkan potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan.
• Melaksanakan
kemampuan dan motivasi terhadap kelompok masyarakat termasuk swasta yang
melaksanakan pengembangan potensi swadaya masyarakat dibidang kesehatan usia
lanjut secara sistematis dan berkesinambungan.
• Mengambangkan,
memporoduksi dan menyebarluaskan pedoman penyuluhan kesehatan usia lanjut untuk
para penyelenggaraan penyuluhan, baik pemerintah maupun swasta.
3. Komponen
Pengembangan Penyelengaraan penyuluhan dengan kegiatan :
• Menyempurnakan
kurikulum penyuluhan kesehatan usia lanjut di sekolah-sekolah kesehatan.
• Melengkapi masukan
penyuluhan pada usia lanjut.
• Menyusun modul
pelatihan khusus usia lanjut untuk aparat diberbagai tingkat.
Adapun langkah-langkah dari penyuluhan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
• Perencanaan sudah
dimulai dengan kegiatan tersebut diatas dimana masalah kesehatan, masyarakat
usia lanjut dan wilayahnya jelas sudah diketahui.
• Pelaksanaan
penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut harus berdaya guna serta berhasil
guna.
• Merinci tujuan
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang harus jelas, realistis
dan bisa diukur.
• Jangkauan
penyuluhan harus dirinci, pendekatan ditetapkan dan dicapai lebih objektif,
rasional hasil sasarannya.
• Penyusunan
pesan-pesan penyuluhan.
• Pengembangan peran
serta masyarakat, kemampuan penyelenggaraan benar-benar tepat guna untuk
dipergunakan.
• Memilih media atau
saluran untuk mengembangkan peran serta masyarakat dan kemampuan
penyelenggaranan.
Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan
oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu
lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya.
Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara
lain :
a. Meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan
pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
Sasaran posyandu lansia
a. Sasaran langsung
:
• Pra usia lanjut
(45-59 tahun)
• Usia lanjut (60-69
tahun)
• Usia lanjut risiko
tinggi: usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
b. Sasaran tidak
langsung :
• Keluarga dimana
usia lanjut berada
• Masyarakat tempat
Usila berada
• Organisasi sosial
• Petugas kesehatan
• Masyarakat luas
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja,
pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme
dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota
penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti
posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan
kegiatan sebagai berikut :
a. Meja I : pendaftaran
lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan.
b. Meja II :
Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT).
Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga
dilakukan di meja II ini.
c. Meja III :
melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan
pelayanan pojok gizi.
Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti
kegiatan posyandu antara lain :
a. Pengetahuan
lansia yang rendah tentang manfaat posyandu
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh
dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri
kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara
hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada
mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang
menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka
untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.
b. Jarak rumah
dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah
menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik
karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam
menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau
keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang
lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor
eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.
c. Kurangnya dukungan
keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa
menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk
mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa
jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama
lansia.
d. Sikap yang kurang
baik terhadap petugas posyandu
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas
merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan
posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir
atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat
dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki
adanya suatu respons.
Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi
pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang
diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut
di Posyandu Lansia seperti :
a. Pemeriksaan
aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti
makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air
besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan
status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan
menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa
tubuh (IMT).
d. Pengukuran
tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut
nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan
hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan
adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes
mellitus)
g. Pemeriksaan
adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan
rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada
pemeriksaan butir 1 hingga 7.
i. Penyuluhan
Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan
kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan
aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam
lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia,
dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung,
ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan
kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi
meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS)
lansia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jumlah usia lanjut yang meningkat saat ini akan mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Untuk itu perlu
pengkajian masalah usia yang lebih mendasar agar tercapai tujuan pembinaan
kesehatan usia yaitu mewujudkan derajat kesehatan serta optimal. Dalam
peningkatan peranan serta masyarakat dapat dilaksanan dengan bentuk penyuluhan
kesehatan yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanan dan
penilaian upaya kesehatan usia lanjut dalam rangka menciptakan kemadirian
masyarakat.
Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna
dasar dan menyeluruh dibidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Tempat pelayanan kesehatan
tersebut bisa dilaksanakan di Puskesmas-Puskesmas ataupun Rumah Sakit serta
Panti-panti dan institusi lainya.
Kebijakan Depkes dalam pembinaan lansia merupakan bagian dari
pembinaan keluarga. Pembinaan kesehatan keluarga ditujukan kepada upaya
menumbuhkan sikap dan perilaku yang akan menumbuhkan kemampuan keluarga itu
sendiri untuk mengatasi masalah kesehatan dengan dukungan dan bimbingan tenaga
profesional, menuju terwujudnya kehidupan keluarga yang sehat. Juga kesehatan
keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat kecil, bahagia dan
sejahtera.
Langganan:
Komentar (Atom)
